Kamis, 11 Agustus 2011

Peran Media Massa Dalam Menegakkan Hukum

Oleh : N Noeroel

BAB I
PENDAHULUAN
Media Massa Dan Penegakkan Hokum Diindonesia


                    Tidak dapat kita pungkiri, bahwa media massa mempunyai peranan yang sangat penting dimanapun, kapanpun dan dalam hal apapun. Semua aspek kehidupan hampir tidak pernah luput dari pemberitaan media massa, baik itu  ekonomi, hukum, politik, budaya, sosial, agama, pendidikan, kesehatan, pertahanan bahkan  dunia hiburan.
Kekuatan media massa dalam pemberitaan atau penyebaran informasi dapat berpengaruh pada pembentukan opini masyarakat dan pergerakan masyarakat, bahkan pemberitaan tersebut dapat mengontrol berbagai kebijakan dan kinerja dari lembaga-lembaga negara yang ada di Indonesia, baik itu eksekutif, legislatif dan juga yudikatif, selain itu hal yang paling penting dari peran media massa tersebut ialah bahwa media massa mempunyai kekuatan sebagai katalisator bagi penegakan hukum di Indonesia.Dikatakan bahwa media massa mempunyai kekuatan  sebagai katalisator bagi penegakan hukum di indonesia, karena pada kenyataanya banyak kasus-kasus yang ada di Indonesia yang di proses secara cepat dan tepat oleh para penegak hukum akibat adanya pemberitaan media massa tersebut.
Kasus penganiayaan di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negri (STPDN), kasus korupsi yang dilakukan oleh Mulyana, kasus pembunuhan Munir, kasus kesalahan penerapan hukum bagi Raju, merupakan sebagian kecil dari kasus yang terus diberitakan oleh media massa, yang menyebabkan  para penegak hukum terpacu untuk menangani kasus-kasus tersebut.
Penegakan hukum merupakan hal yang paling penting yang harus dijalankan saat ini, bukan hanya karena penegakan hukum merupakan agenda reformasi 1998, tetapi juga penegakan hukum merupakan awal mula dari membaiknya keaadan Indonesia yang sudah carut marut. Ke-profesionalitas-an lembaga-lembaga tinggi negara, berhentinya praktek Korupsi, kolusi dan Nepotisme, terciptanya perdamaian, perekonomian yang membaik, merupakan hal-hal yang dapat diwujudkan apabila penegakan hukum yang ada di Indonesia sudah benar-benar diterapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
 Adapun penegakan hukum itu dapat diwujudkan apabila para pelaku penegak hukum tersebut benar-benar berupaya secara maksimal dalam menegakan hukum. Sebenarnya, dalam wacana yang luas para pelaku penegak hukum bukan hanya para penegak hukum yang ada di dalam Pengadilan (hakim, jaksa, pengacara, lembaga pemasyaraktan) tetapi juga ada pihak-pihak lain yang dapat disebut sebagai penegak hukum eksternal, yaitu Masyarakat, mahasiswa dan media massa.
Dari ketiga element penegak hukum eksternal tersebut, element yang mempunyai kekuatan paling besar adalah media massa, betapa tidak, media massa mempunyai kekuatan yang dapat mempengaruhi opini masyarakat dan mahasiswa dan menggerakkan mereka dengan pemberitaan yang dilakukannya secara transparan dan tajam.
Peran media massa sebagai katalisator atau pemicu atau penggerak  penegakan hukum, secara konkrit dapat kita lihat dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negri (STPDN) pada tahun 2003.
Kita tentu masih ingat, bahwa di tahun 2003 ada sebuah kasus yang sangat menggemparkan masyarakat  Indonesia, kegemparan ini bermula dari video yang mengambarkan proses penganiayaan yang dilakukan oleh mahasiswa senior STPDN terhadap para Junior yang mengakibatkan matinya beberapa mahasiswa junior, sebut saja Wahyu hidayat, Ery dan kasus kematian lain yang belum terungkap. Pemberitaan tersebut benar-benar mendobrak tatanan STPD dan mengundang berbagai macam kontroversial.
 Pihak STPDN tentu saja menjadi pihak pertama yang membantah pemberitaan tersebut, karena mereka berpikir bahwa dalam media pemberitaan tersebut telah melampaui batas wewenang pers dan mereka meyakinkan masyarakat bahwa pemukulan senior terhadap junior STPDN bukanlah sebuah penganiayaan, melainkan pembinaan semata.
Mencuat nya kasus STPDN tersebut, kemudian bukan hanya menjadi monopoli satu media, tapi semua media massa juga berlomba-lomba memberitakan kasus serupa sehingga menuai tindakan yang cepat. Pemberitaan media massa tersebut bukan hanya memicu kinerja dari penegak hukum, tetapi juga dari pihak STPDN itu sendiri. Ketua STPDN Drs Sutrisno memecat tidak hormat tiga praja tingkat III. Pihak kampus juga menurunkan tingkat 13 mahasiswa lainnya, dari III menjadi tingkat II dan mewajibkan mereka mengulang kuliah dua semester. Enam mahasiswa lainnya juga diturunkan nilai moralnya dari 7,20 menjadi 6,50. Ada juga empat mahasiswa yang diturunkan nilai moralnya dari 7,20 menjadi 6,75. Jika selama jangka waktu yang ditentukan itu kesepuluh mahasiswa tersebut tak memenuhi nilai minimal 7,20 maka mereka tak akan naik tingkat.
Sebuah kontribusi yang konkrit dari media massa lainnya dalam kasus STPDN ini merupakan perwujudan dari peran media massa sebagai katalisator atau pemicu atau penggerak bagi penegakan hukum di Indonesia.
Adapun dalam penegakan hukum tersebut, ternyata media massa telah menjalankan amanah yang diberikan oleh konstitusi kita yaitu Pancasila dan Undan-Undang dasar 1945. hal ini dapat dijabarkan: 
1.)  Media massa berperan dalam mencerdaskan masyarakat tentang hukum & penegakkan hukum yang ada di Indonesia.
Pembinaan beberapa mahasiswa junior STPDN yang diberitakan sebagai PENGANIAYAN oleh media massa, menjadi sebuah hentakan yang besar bagi seluruh masyarakat yang ada di Indonesia. Karena pada dasarnya, pembinaan yang mengandung unsur kekerasan, ancaman, dan tekanan sudah menjadi hal yang biasa di lingkungan masyarakat kita. Bahkan banyak yang menganggap bahwa pembinaan tersebut merupakan hal yang efektif dalam mendisiplinkan para mahasiswa baru. Tetapi, saat kegiataan pembinaan ini dikemas dalam judul PENGANIAYAAN, masyarakat jadi berpikir ulang, apakah benar terdapat unsur-unsur penganiayaan dalam pembinaan tersebut???.
 Dalam kasus ini, media massa telah  mengarahkan pemikiran masyarakat untuk mengetahui bahwa pembinaan tersebut memang sebuah penganiayaan. pemukulan-pemukulan yang dilakukan terhadap para junior sampai menyebabkan matinya junior bukanlah hal yang biasa, melainkan sudah masuk dalam tindak pidana. Pemberitaan media massa ini menyadarkan masyarakat bahwa proses inisiasi atau kekerasan sudah tidak layak lagi dilakukan, karena sesungguhnya proses itu merupakan peninggalan dari jaman kolonialisme yang melanggar Hak Asasi Manusia.
Masyarakat diajak berpikir secara mendalam tentang kasus tersebut, yang pada akhirnya masyarakat menjadi tahu bahwa pemukulan adalah penganiayaan, penganiayaan adalah sebuah kejahatan, pelaku kejahatan harus dihukum, dan siklus penganiayaan harus dihentikan, baik dalam proses pembinaan maupun dalam kehidupan sehari-sehari.
Pencerdasan yang dilakukan media massa atas kasus penganiayaan ini, merupakan sebagian kecil dari pencerdasan dalam bidang-bidang lain yang telah dilakukan oleh media massa. Ditilik dari konstitusi, ternyata media massa telah menjalankan amanah UUD 1945, tepatnya dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke 4, yang menyatakan bahwa tujuan negara Indonesia salah satunya adalah untuk ”mencerdaskan kehidupan bangsa”, dan ternyata media massa telah berhasil dalam melakukan pencerdasan itu. 
2.)   media massa berperan dalam mengembangkan wacana demokrasi.
”semakin tinggi penghargaan terhadap demokrasi, semakin nyata perwujudan supremasi hukum (penegakan hukum)”, pernyataan tersebut bukanlah sebuah slogan semata, tetapi merupakan sebuah teori yang sudah di buktikan secara nyata di negara-negara maju. Contoh saja Amerika Serikat, Australia, Inggris, Singapura. Negara-negara tersebut merupakan negara-negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, dimana pada saat yang bersamaan terjadi penegakan hukum yang konkrit.
Demokrasi mempunyai peranan yang penting dalam penegakan hukum. Dimana demokrasi ini dapat digambarkan sebagai terlaksananya kebebasan berpendapat, berpikir, dan bertindak. Dalam pasal 28 UUD 1945 digambarkan bahwa demokrasi adalah ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dalam kaitannya dengan penegakan hukum, demokrasi menjadi wahana pemikiran masyarakat dalam menanggapi penanganan kasus-kasus hukum yang ada di Indonesia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan 34 Partai Politik (Parpol) yang lolos verifikasi dan ikut Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 mendatang. Namun berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, kali ini masa kampanye telah ditetapkan selama 9 bulan. Dan sejak 12 Juli 2008 lalu, kampanye parpol telah dimulai. Namun belum lagi beberapa saat kampanye berlangsung, disana sini telah terjadi pelanggaran.
Media massa khususnya televisi meberitakan beberapa parpol sudah melakukan pelanggaran dengan memasang bendera parpol mereka di badan-badan jalan tol, padahal hal tersebut melanggar aturan yang telah diatur undang-undang pemilu dimana disebutkan bendera-bendera parpol tidak boleh dipasang di jalan tol, kantor pemerintah, sekolah dan lain-lain. Hal ini menimbulkan pertanyaaan apakah ini terjadi karena ketidaktahuan parpol tentang hal tersebut atau kurangnya sosialisasi dari KPU tentang hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan parpol dalam masa kampanye, proses pemilu hingga pemilu 2009 mendatang. Pelanggaran yang dilakukan sejumlah parpol ini baru saja terjadi beberapa saat ketika masa kampanye ditetapkan. Bagaimana dengan masa kampanye 9 bulan mendatang yang akan berjalan? Bagaimana saat pemilu dan pasca pemilu? Apakah pelanggaran-pelanggaran masih saja terjadi? Bagaimana peranan media massa dalam proses ini?
Peran media dalam kampanye pemilu bisa dibagi manjadi 3 bagian, pertama sebagai media komunikasi langsung dari parpol dan calon dewan kepada masyarakat pemilih. Dalam hal ini media dipakai sebagai alat promosi untuk memperkenalkan parpol atau calon presiden atau calon legislatif. Contoh saat ini yang marak disiarkan di televisi melalui iklan politik, seperti Prabowo Subianto, Rizal Malarangeng, Sutrisno Bahir dsb. Kedua, program berita (informasi khusus). Dalam program ini diberitakan tentang parpol dan segala hal yang menyangkut pemilu. Dan ketiga adalah informasi pendidikan untuk pemilih. Informasi ini menyangkut partisipasi pemilih, proses pemilihan, cara memilih dan lain-lain. Nah dalam melaksanakan perannya ini media dapat menjadikan pemilu yang bebas dan adil, tergantung pada kemampuan media yang bisa bekerja secara profesional, berintegritas, tidak berat sebelah/objektif (melaporkan fakta-fakta yang tidak merugikan satu pesaing atau lainnya), tepat (melaporkan berita yang sama dari yang dipersepsikan oleh peserta politik yang bersangkutan), dan seimbang (keseimbangan harus dicapai dalam satu laporan). Kadang peliputan dilakukan dengan tidak seimbang. Misalnya yang paling sering terjadi parpol yang besar mendapat porsi peliputan yang lebih besar daripada opisisi. Saat yang sama partai yang berkuasa dapat juga diberitakan dengan gambaran yang menguntungkan, sementara pihak opisisi digambarkan secara negatif. Kegagalan membedakan antara kegiatan pemerintah dan kampanye juga sering terjadi. Karena itu media perlu membedakan antara kegiatan para pejabat pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintah yang pantas diberitakan dengan kegiatan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang yang sama.
Media massa merupakan sasaran empuk bagi kontestan peserta Pemilu, baik itu calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, partai politik, atau ratusan calon anggota legislatif yang berlomba-lomba merebut kursi. Ditengah godaan kepentingan kontestan pemilu, media massa ditantang untuk menjaga integritas profesionalismenya. Karena meski porsi berita mengenai pemilu yang disajikan media massa sangat banyak tapi belum berarti media massa telah ikut mensukseskan pemilu. Karena itu tema berita yang diangkat oleh media massa harus obyektif. Godaan bagi media massa memang sangat besar dalam pemilu. Besarnya ruang yang tersedia di media massa merupakan lahan subur bagi mereka untuk bekerjasama dengan tim sukses pemilu. Karena bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri bahwa media ’hidup’ dari iklan yang bisa diperoleh dari sebuah partai peserta pemilu. Sehingga kadang sangat jelas sekali terlihat bahwa sebuah media dalam pemberitaannya didominasi partai-partai tertentu.
Namun terlepas dari hal itu, kembali pada fungsi pers yaitu sebagai media informasi, kontrol sosial dan hiburan, juga media pendidikan. Dan media dapat menjadi sarana yang efektif dalam memajukan pendidikan pemilih dengan menyuguhkan kepada pemilih tentang bagaimana kapan dan dimana harus mencoblos, menyediakan informasi yang dibutuhkan pemilih untuk memahami ciri-ciri dari isu-isu, program dan rencana partai-partai maupun watak daripada calon legislatif. Sehingga masyarakat dapat mengetahui siapa saja yang bisa dipilih oleh rakyat, apa saja janji mereka sehingga masyarakat bisa memilih tokoh-tokoh yang dianggap paling cocok memimpin dan menjadi wakil rakyat. Disamping itu, media juga dapat berperan secara kritis dalam pendidikan kepentingan umum dan dalam meningkatkan peran serta pemilih secara kelompok, seperti di negara-negara tertentu wanita yang memiliki minat memilih yang lebih rendah. Karena itu media dapat mem-push golongan-golongan tertentu tersebut untuk ikut terlibat dalam pemilu. Media juga bersama masyarakat dan tim pemantau pemilu dapat memantau pemilu agar bisa berjalan dengn jujur dalam peliputan kampanye melalui berita dan informasi.
Dan yang tidak kalah pentingnya media harus mengikuti kode etik pers supaya bisa melaksanakan tugas secara maksimal. Media juga perlu menyiapkan calon presiden, parpol dan calon legislatif maupun pendukung bahwa kalah dalam sebuah pemilu adalah biasa. Karena di negeri ini jarang sekali pihak yang kalah mau menerima kekalahan dengan lapang dada. Banyak contoh dalam Pilkada disejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Pihak-pihak yang kalah tidak mau menerima dan akibatnya menjadikan persoalan yang berkepanjangan yang juga melibatkan para pendukung masing-masing calon yang berujung pada bentrok dan tindakan anarkis.
Pemilu dapat membuahkan hasil yang diterima rakyat, jika benar-benar melaksanakan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil. Untuk memenuhi prinsip itu, penyelenggaraan Pemilu tentu perlu dipantau oleh elemen masyarakat. Sejumlah organisasi pemantau Pemilu, seperti KIPP, KIPPDA, Forum Rektor, UNFREL dan sebagainya, menjadi pemantau pelaksanaan Pemilu. Namun, mereka tidak akan mampu memantau seluruh proses Pemilu di berbagai daerah dalam waktu yang sangat singkat. Karena itu media massa menjadi unsur pendukung, serta merupakan saksi rakyat. Media massa memantau pelaksanaan Pemilu dan menyiarkan/memberitakan hasil pantauannya, sehingga diketahui rakyat. Disinilah peran media massa dengan integritas tinggi sangat dibutuhkan.
Kembali lagi pada kasus STPDN, bahwa pemberitaan suatu media dan media massa lain tentang kasus tersebut, menuai banyak tanggapan dan kritik dari masyarakat. Media massa membuka peluang sebesar-besarnya bagi masyarkat untuk menanggapi kasus tersebut, dari mulai tanggapan melalui Via SMS, Telphon, Surat, faximil, bahkan melalui situs-situs internet. Peluang ini kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa masyarakat menuntut STPDN segera ditutup, siklus penganiayaan segera dihentikan dan hukum harus segera ditegakkan dengan menangkap dan menghukum para pelaku penganiayaan tersebut.
Setiap masyarakat bahkan mempunyai hak untuk berpendapat sehingga bukan hanya pasal 28 UUD 1945 yang diterapkan, tetapi juga sila 5 dari Pancasila, yaitu ”keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia”.
Kebebasan berpendapat ini, ternyata menjadi kekuatan yang sangat besar bagi para penegak hukum untuk menuntaskan kasus tersebut secara cepat dan tepat, serta memicu pemerintah untuk membenahi tatanan STPDN.
Maka dapat kita simpulkan bahwa, semakin besar nilai demokrasi dalam suatu negara, maka kebebasan berpikir dan berpendapat pun semakin meluas, pada akhirnya pendapat-pendapat tersebut dapat menjadi alat pemicu paling efektif bagi para penegak hukum untuk segera menegakan hukum di Indonesia.
3.)   media massa sebagai pemicu dan pengontrol bagi para penegak hukum.
Seperti yang sudah dijabarkan diatas, bahwa pemberitaan media massa ternyata banyak menimbulkan opini masyarakat, yang hampir semua masyarakat Indonesia menuntut adanya ”Penegakkan Hukum”. Tuntuan masyarakat yang disebarluaskan oleh media massa ini, telah menjadi pemicu bagi para penegak hukum untuk segera menegakan hukum. Penanganan yang dilakukan oleh penegak hukum pun bukan hanya cepat tetapi juga harus tepat, artinya bahwa penegak hukum harus benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya, karena apabila ia tidak menjalankan tugasnya dengan profesional, hal ini akan menuai kritik yang keras dari masyarakat, karena media massa selalu siap dalam menyoroti atau mengedarkan fakta tentang kinerja para penegak hukum kita.
Pada akhirnya, kita dapat menyimpulkan, bahwa penegakan hukum atas kasus-kasus yang ada di Indonesia, merupakan  kontribusi yang diberikan oleh media massa secara konkrit. Media massa memang pantas dianggap sebagai katalisator atau pemicu atau penggerak bagi penegakan hukum di Indonesia dengan menjalankan amanah Pancasila dan UUD 1945.


BAB III
KESIMPULAN
Informasi adalah kekuasaan, tidak ada informasi tidak ada tanggung gugat, peluang masyarakat mendapatkan informasi adalah factor dasar bagi sebuah system intregitas sebuah Negara” – Jeremi Pope
Ramai di bicarakan mengenai beberapa kasus yang mencuat di Tanah Air seperti persoalan kasua penganiyayaan SPDN tersebut, pemilihan pemilu dan lain-lain. Sumua kasus atau informasi tentunya  melibatkan beberapa media terkenal di Indonesia.
Hal ini jelas membuktikan bahwa peranan media cukup penting dalam mendobrak praktik-praktik KKN sehingga masyarakat pun kini banyak berharap lebih dari media, seharusnya persoalan yang tengah di hadapi bebrapa media besar bisa dihindari selama media tersebut tetap berada di dalam relnya dalam menyampaikan sebuah berita.
Media memiliki sifat bebas dan independent ( Berdiri Sendiri ), yang berfungsi sebagai Bangkir informasi, fungsi pendidikan dan juga berfungsi sebagi control social. Karena itu peran media menjadi isu yang cukup penting dalam menciptakan Pemerintahan yang baik ( good governance ) dan Pemerintahan yang bersih ( clean governance ).
Sesungguhnya media harus mampu dan bisa mendorong agar praktik pemerintahan dan penggunaan dana public bisa menjadi transparan sehingga tercontrol, karena tanpa ada azas transparansi, keterbukaan dan tanggung jawab maka tidak akan ada pemerintahan yang baik dan bersih dan itu jelas merupakan ancaman.
Keterlibatan media bisa membantu dalam mengembangkan isu-isu yang berhubungan dengan yang menghambat jalannya roda pemerintahan seperti praktik korupsi dan pelayanan public yang berkaitan erat dengan kepentingan warga masyarakat.
Keberadaan Pers di daerah memegang peranan penting dalam upaya membangun kapasitas control pers terhadap kinerja Pejabat pelayanan public, independensi pers akan ikut menentukan sebuah berita.
Berita harus memenuhi beberapa unsure salah satunya yang selalu di agung-agungkan oleh media itu sendiri yang menyuguhkan cover both side ( dua sisi ). Pers bisa menjadi sarana penting untuk memastikan masyarakat bisa mendapatkan informasi yang di butuhkan.
 DAFTAR PUSTAKA
Google.com
Yahoo.com
Kumpulan artikel.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar